Anak usia 2-3 tahun, sudah bisa diajar berpakaian sendiri. Hasilnya memang belum prima, tapi minimal Anda sudah mengajarkannya mandiri dan punya percaya diri.
Mengajar anak berpakaian bukan saja melatih motorik tubuhnya, tetapi sekaligus melatih kemandiriannya. Dan itu, menurut dra. Shinto B. Adelar, MSc., ketua Himpunan Psikologi Indonesia DKI Jaya, sudah bisa dimulai sejak anak berusia 2 tahun. "Saat itu anak sudah mengenal instruksi, sehingga kita sudah bisa mulai mengajarkan bagaimana memakai baju. Misalnya, 'Ayo, Dik, pakai baju, tangannya ke atas.' Atau, 'Yuk, kita pakai celana. Angkat kakinya, nah, masukkan ke dalamnya. Ya, kini yang sebelah kiri. Kemudian tarik ritsletingnya."
Jadi, cara yang efektif adalah dengan memberi contoh secara langsung dan menyuruh si anak melakukannya secara langsung pula. Dalam hal membantu berpakaian, berbeda-beda kadarnya, tergantung tahap pengembangan keterampilan anak masing-masing. Namun pada tahap awal ini, jangan terkejut jika si anak baru disuruh memakai celana kemudian sudah melesat berlari keluar. Untuk itu diperlukan kesabaran ekstra dari para orangtua. Tak ada salahnya, saat membantunya memakai pakaian, si orangtua mengemukakan harapan-harapannya. Misalnya, "Sebentar lagi Adik juga bisa memakai pakaian sendiri. Kan, enak, kalau basah bisa buka sendiri, bisa ganti sendiri, enggak perlu nunggu Mama atau Papa." Hal ini akan lebih mendorong keinginannya untuk mampu mengerjakannya sendiri.
Barulah pada usia 2,5 - 3 tahun umumnya mereka sudah agak mahir memakai baju sendiri. Nah, untuk keadaan ini, sebaiknya orangtua hanya memberi aba-aba saja dari jauh. "Ya, masukkan sabuknya ke lobang itu. Tangannya dibeginiin, bajunya dibeginiin." Sampai akhirnya ia sudah bisa dilepas sendiri pada usia 3,5 tahun.
Memang, aku Shinto, si kecil terkadang ngotot ingin memakai bajunya sendiri, tidak sesuai petunjuk ibunya. Baru kalau tak bisa, dia akan teriak-teriak, "Bagaimana, sih, Ma?" Ya, lagi-lagi, Anda harus sabar. "Lebih baik kita biarkan saja ia lakukan sendiri, akhirnya toh ia akan minta bantuan juga."
Mengapa demikian? Karena pada saat usia 2 tahunan, si kecil sudah mulai mengembangkan otonominya. Ia mulai ingin melakukan apa-apa sendiri. "Dan bukankah kita sedang memupuk kemandirian pada anak? Mengenai hasilnya bagaimana, yang penting kita support." Tentunya, pada tahap awal ini, lebih baik mengajarkan anak memakai yang simpel-simpel dulu. Misalnya, pakai kaos kaki sendiri atau memakai baju yang mudah. Jangan dulu mengajarkannya memakai pakaian yang banyak tali, yang akan menyulitkan anak. "Kasih pakaian yang gampang dulu. Misalnya untuk celana atau rok, ya, yang pinggangnya pakai karet sehingga mudah baginya. Demikian pula sepatu, berikan ia sepatu dengan perekat dan bukan tali."
MAUNYA SENDIRI
Tapi jangan buru-buru mengharapkan hasil yang sempurna. Ada anak yang cepat bisa, ada pula yang lambat. Kendati begitu, lanjut Shinto, "Sebaiknya latih sejak ia berusia 2 tahun meski umumnya baru setahun kemudian mereka mampu. Soalnya, kalau tak didorong sejak kecil, ia tak akan pernah mampu melakukannya. Anak jadi malas meski sebetulnya bisa." Dengan kata lain, bukan hanya soal kemampuan, namun kemauan pun menunjang keberhasilan anak.
Tak perlu risau pula jika si kecil kerap mengobarkan "api peperangan" saat dilatih mengenakan pakaian. "Masalahnya, anak umur 2,5 - 3 tahun sedang giat-giatnya menunjukkan kemauannya sendiri. Egonya mulai tumbuh. Karena ia mulai sadar, ia adalah pribadi yang lain dari orang lain." Anak cenderung untuk bilang tidak. Ngotot, itulah cirinya. Seakan ingin meyakinkan, "Kalau saya bilang tidak, orang lain tak bisa bilang apa-apa!". Ia ingin meyakinkan, ia adalah pribadi yang tersendiri. Lepas dari orang lain.
Nah, kalau anak sudah ngotot, saran Shinto, dekati ia secara persuasif. "Jika ia ingin memakai baju sendiri, biarkan saja. Kalau hasilnya belum beres, bawa saja ia ke depan cermin untuk melihat sendiri hasilnya dan beri tahu kesalahannya. Kalau ia mengenakan kausnya terbalik, katakan padanya, gambar kausnya yang seharusnya di depan, jadi tak terlihat."
Di usia 3 tahun, anak juga sedang getol-getolnya pada idola. Biasanya lebih untuk identifikasi diri. Segala macam perilaku sang idola dicontoh. Begitu juga cara berpakaiannya. Misalnya, sehabis mandi ia ingin pakai baju tangan panjang karena ia melihat papanya selalu melakukan hal sama seusai mandi. Jadi, ia ingin tampil seperti itu pula. "Biar kayak Ayah," begitu biasanya si kecil berceloteh.
Lagi-lagi Shinto menyarankan, biarkan si kecil melakukan hal itu. Lain halnya jika si adik yang perempuan ingin memakai baju seperti kakaknya yang lelaki. "Kasih tahu kalau ia perempuan, sehingga pakaiannya adalah rok. Sedangkan kakak pakai celana panjang."
Kendala mulai timbul bila ia lantas tidak mau lepas dari baju bergambar idolanya. Misalnya kaos bergambar Superman. Meminta izin agar bajunya itu boleh dicuci pun, perlu strategi tersendiri. Misalnya dengan berujar, "Lo, Supermannya, kan, belum mandi. Biar ia mandi dulu, ya? Nanti kalau sudah mandi, kan, jadi cakep." Atau kalau habis dicuci, sebaiknya taruh baju itu di lemari dengan urutan yang paling bawah. "Kalau ia tanya, bilang saja Supermannya belum kering atau mau istirahat dulu karena capek."
PELAJARAN LAIN
Di sisi lain, menurut Shinto, anak juga sebaiknya diajarkan etika berpakaian. Misalnya, mana baju tidur dan mana baju untuk bermain. Jelaskan saja, "Ini ada baju baru, khusus buat tidur. Tidak boleh dipakai untuk sekolah atau main." Biasanya anak-anak kalau diberitahu akan mengerti. Demikian pula pakaian untuk bertamu atau makan di meja makan. "Ya, orangtua sebaiknya memberi contoh pada si anak. Tunjukkan bahwa pakaian mereka begitu kalau hendak makan di meja makan dan bukannya pakai singlet sehingga si anak pun meniru-niru."
Di usia 3-4 tahun ini ia juga sudah bisa diajari untuk menata pakaiannya. Misalnya, "Ayo, kita taruh pakaian Adik di sini. Rapiinnya begini." Kalau ia dibiasakan merapikan sendiri, tentu ia tidak akan sembarangan mengambil pakaiannya. "Kalau biasanya asal ambil saja, pasti ia akan jadi hati-hati karena merasa bangga bisa melaksanakan tugas yang diberikan padanya."
Alangkah baiknya jika orangtua juga memberi gambar barang-barang tersebut di depan bagian almarinya. Misalnya gambar kaos kaki untuk bagian tempat kaos kaki, gambar celana untuk kelompok celana. "Ini akan memudahkan anak menyimpan barang-barang di tempatnya, sekaligus saat ia hendak mengambil barang-barang yang diperlukan."
Kendati sudah berusia 3 tahun, tidak semua anak bisa mengenakan bajunya sendiri. Biasanya ini terjadi pada anak yang selalu diladeni pengasuhnya. "Karena tak terbiasa, ya, jadi tak bisa. Tapi tak ada kata terlanjur, kok, untuk melatih anak. Yang penting, dorong ia terus-menerus untuk mencoba. Pujilah kalau ia berhasil sehingga perilaku memakai baju sendiri menjadi suatu yang membanggakannya." Dengan pujian ini, anak akan semakin terdorong untuk mengerjakan apa-apa sendiri dan lewat latihan-latihan itu, ia pun akan semakin terampil.
Kemukakan pula keuntungan-keuntungan kalau ia bisa memakai baju sendiri. Bisa saja Anda berkata, "Jadi nanti kalau di sekolah ada pelajaran olahraga, kamu bisa ganti pakaian sendiri."
Indah Mulatsih.Foto:Rohedi(nakita)
Mandiri Sekaligus Percaya Diri
Mengajaknya memilih dan membeli pakaian? Ini justru amat dianjurkan karena pengalaman berbelanja itu sendiri juga dapat memupuk kemandirian anak. Salah satunya, memberinya kesempatan memilih pakaian yang akan dibeli. "Selain itu, bisa meninggikan rasa percaya diri anak. Ia akan merasa bangga karena pakaian itu merupakan pilihannya sendiri dan menunjukkan ia punya keberanian memilih," jelas Shinto Adelar.
Nah, pengalaman seperti itu akan terbawa sampai besar. Jika ia tak dibiasakan memilih dan memutuskan keperluannya sendiri, ia akan bingung saat besar nanti. Misalnya, mana baju yang cocok baginya. Ia akan tergantung pada orang lain terus karena tak punya percaya diri.
Itu sebabnya, orangtua pun harus mencoba belajar menghargai pilihan anak. Kalau ia memaksakan kehendaknya sementara pilihannya benar-benar sangat tidak sesuai dengan selera Anda, kemukakan dengan persuasif. Misalnya, "Coba, deh, cari yang lain dulu. Ini, kan, bahannya panas." Atau, "Adik jangan pilih yang itu, sebab uang Ibu tidak cukup. Itu kemahalan." Dengan demikian, anak dibiasakan mengerti keberatan orangtua, apakah karena warnanya, harganya, atau modelnya.
Untuk menghindari si kecil memilih baju yang tidak sesuai selera kita, sebaiknya orangtua cermat dalam memilih toko pakaian yang dimasukinya. Kalau kita enggak suka ia pakai baju yang kayak putri-putri, ya, jangan dibawa ke tempat yang menjual pakaian seperti itu. Strategi lain, berikan ia pilihan pada baju yang sebenarnya sudah kita pilih. Kita minta ia memilih pakaian di antara yang kita sodorkan.
Walaupun mungkin saat itu anak tidak mengerti, tapi lama-kelamaan ia jadi tahu apa saja yang harus diperhatikan dalam memilih pakaian. Contohnya bila Anda rajin mengajarinya meneliti baju atau barang yang akan dibeli, "Ini jahitannya enggak rapih, kancingnya hampir copot, dan seterusnya." Dari situ ia belajar, jika ibu memilih pakaian, harus dilihat mulai dari jahitannya, bahannya, dan harganya. Saat itu juga kita bisa mengajarkannya memadukan warna.
Dampak yang sering terjadi jika anak selalu dipilihkan pakaiannya, seleranya dalam hal pakaian tidak tumbuh. Ia tidak bisa menentukan gaya berpakaiannya sendiri karena selama ini dibelikan orang lain. Padahal, gaya atau selera, kan, seharusnya ia sendiri yang menentukan, karena akan menunjukkan kepribadiannya.
Selera berpakaian biasanya mulai tumbuh di usia 3 tahun. Pada usia ini akan kelihatan, mana anak yang peduli atau cerewet terhadap pakaiannya dan mana yang cuek dan pasrah saja pada pilihan orang lain. Tapi cuek ini pun belum tentu menunjukkan ia tidak bisa menentukan gaya. Bisa saja ia menganggap pakaian bukan sesuatu yang penting. Baginya yang penting adalah mainan. Kalau mainan, baru ia mau memilih.
Lalu bagaimana jika ia minta model pakaian yang tak sesuai dengan usianya karena melihat idolanya mengenakan baju tersebut di televisi? "Bilang saja, kalau sudah besar, ia boleh mengenakan pakaian model itu. Jelaskan, baju itu untuk kakak-kakak atau ibu-ibu," ujar Shinto.
Indah
Wednesday, May 28, 2003
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment