Tiap tahapan perkembangan pastilah ada hal-hal baru yang dipelajari anak. Namun tak jarang kebiasaan-kebiasaan di tahap perkembangansebelumnya masih terus terbawa. Contohnya kebiasaan-kebiasaan semasabayi yang seringkali masih terbawa sampai anak berusia batita.
Beberapa kebiasaan tersebut masih bisa dikategorikan normal, namun beberapa lainnya sudah harus diwaspadai.
Seberapa jauh orang tua mencermati hal ini? "Yang terpenting, orang tua paham betul mana yang masih boleh dilakukan anak dan mana yang sebaiknya tidak,"jelas Sani B. Hermawan, Psi., dari Yayasan Bina Ananda.
1. NGENYOT JARI, NGEMPENG DAN NGEDOT
Menurut teori psikoseksual yang dikemukakan Sigmund Freud, sejakbayi lahir sampai usia 18 bulan, anak mendapatkan kepuasaan melaluifase oral. Kepuasan itu didapat anak lewat sensasi di sekitar daerahmulutnya, baik itu berupa aktivitas makan, minum, ngedot, ngempeng,ngenyot jari dan sebagainya. Hal ini wajar karena semua anakpastilah melewati tahapan yang satu ini. Dikatakan tidak wajar bila selewat usia 18 bulan, anak masih mempertahankan kebiasaan-kebiasaantersebut.Upaya pencegahan tentu saja bisa dilakukan orang tua supaya anak tidak kebablasan dengan kebiasaan tersebut. Salah satunya dengan tidak membiasakan anak ngempeng dan ngenyot jari sejak bayi. Tapi kalau sudah telanjur terjadi, beberapa langkah berikut bisa dilakukan.
* Kenalkan cara minum menggunakan gelas.
* Jelaskan kebiasaannya itu dapat berakibat buruk. Sepertimengganggu pertumbuhan gigi, kuman bisa masuk ke dalam mulut kalautangannya tidak bersih dan sebagainya.
* Mintalah anak memberikan dotnya pada anak yang kurang mampu. Ataukarena sudah rusak maka minta anak untuk membuang sendiri dot-nya.
* Alihkan perhatiannya pada hal lain yang juga mendatangkankepuasan. Contohnya dengan memperkenalkannya pada beberapa jenismainan baru, bunyi-bunyian dan sebagainya.
* Kalau sudah diberi penjelasan, anak masih saja melanjutkankebiasaan ngenyot jari, bisa saja orang tua mengakalinya denganmemberikan sesuatu yang pahit di jarinya. Namun lakukan hal inisebagai upaya terakhir agar anak tidak merasa "ditipu" oleh orangtuanya sendiri.Beberapa dampak buruk akan muncul bila anak dibiarkan lekat dengankebiasaannya ini. Selain pertumbuhan giginya jadi tidak bagus,secara psikologis anak juga akan kehilangan rasa aman (securefeeling) bila meninggalkan kebiasaan yang sudah berubah menjadikebutuhan ini. Padahal bila terus terbawa sampai besar, bukan tidakmungkin ia akan jadi bahan ejekan teman-temannya yang pada akhirnyaakan berpengaruh pada pembentukan konsep dirinya.
2. NGOMPOL DAN PUP DI CELANA
Masih menurut Freud, di usia batita anak sedang memasuki fase anal.Anak akan mendapat kepuasan saat menahan BAK (buang air kecil) maupun BAB (buang air besar) sebelum melepaskannya. Untuk fase anal,sampai usia 3 tahun pun masih bisa dikategorikan wajar. Walau begitu, ketika anak sudah bisa duduk, orang tua sebaiknya mulai mengajarkan toilet training. Mungkin lebih mudah kalau diawali dengan latihan BAB di kloset, dibanding mengajari anak BAK. Berikut beberapa hal yang bisa dilakukan orang tua untuk menyetop kebiasaan BAK dan BAB di celana.
* Biasakan tiap bangun pagi segera mengajak anak BAK di kamar mandi.
* Tiap 3 jam sekali dudukkan anak di kloset, meski ia terlihat tidakkebelet BAK. Begitupun menjelang tidur malam atau kala terbangun.Meski mungkin saat itu anak belum ingin BAK, kebiasaan ini bisamembantunya tidak ngompol lagi.
* Jangan terbiasa menolerir kebiasaan anak BAB di celana yang akanmembuat anak mendapat kepuasan/pleasure. Bila dari mimiknya anakterlihat mau BAB, segera angkat dan dudukkan di kloset. Sebab kalaudibiarkan saja BAB di celana, lama-kelamaan anak akan merasakeenakan dan akhirnya malah tidak bisa BAB di kloset.
* Waspadai juga anak yang sudah lama tidak ngompol mendadak ngompol lagi ,Mungkin saja ada masalah psikologis yang sedang dialaminya seperti traumatic event dan sejenisnya. Tapikalau hanya sesekali dalam jangka waktu sekian lama tak perlu dikhawatirkan karena bisa jadi anak hanya kecapekan atau mengalami mimpi buruk. Lalu bagaimana cara orang tua bisa mendeteksi adanyagangguan psikologis yang berakibat ia ngompol lagi? Salah satunyakalau selama 6 bulan terakhir anak sudah tidak ngompol lagi namunkemudian secara berturut-turut mulai ngompol lagi, besar kemungkinania mengalami gangguan psikologis.
* Jangan anggap remeh kebiasaan anak BAK dan BAB di celana. Sebab masalah ini akan mendatangkan serangkaian dampak buruk kalau terusterbawa sampai tahapan usia selanjutnya. Dalam pergaulannya,sosialisasinya akan terganggu karena ia akan jadi bahan ledekan teman-temannya.
3. MEMAINKAN ALAT KELAMIN
Satu lagi kebiasaan bayi yang masih terbawa sampai batita menurut teori Freud adalah kenikmatan memainkan alat kelamin. Dalam bahasa psikologinya, tahapan ini diistilahkan sebagai fase phallic.Kebiasaan ini masih dianggap normal, bahkan sampai anak berusia balita. Walau dianggap normal, orang tua sebaiknya mengarahkan anakuntuk tidak melakukannya. Beri pemahaman begitu anak bisa diajakberkomunikasi. Jelaskan bahwa kebiasaannya ini bisa menyebabkan alatkelaminnya terluka, lecet, kotor, bahkan infeksi bila ada kuman masuk. Anak perlu tahu kalau area di sekitar alat kelamin itu sangatsensitif.Kalau cara tersebut tidak berhasil, maka orang tua bisa mengalihkannya dengan kegiatan lain yang juga bisa memberikannyakepuasan. Misalnya dengan mengajak anak bermain tetabuhan dansebagainya. Tapi yang harus diingat, orang tua jangan panik bilamenemukan anak sedang melakukan kegiatan ini. Jangan marahi anak apalagi bila disertai ancaman, karena tiap anak pasti mengalami faseini.Menjadi masalah bila kebiasaan ini terus terbawa sampai anak besar.Selain lingkungan akan menganggapnya melakukan tindakan tak pantas , anak pun sebaiknya tahu bahwa kepuasan/kesenangannya bisa diperolehdengan cara lain, selain dengan memainkan alat kelamin
4. NGECES
Ngeces atau mengeluarkan air liur tanpa kontrol lazim dilakukan bayi karena kemampuan mereka mengontrol air liur memang belum sempurna.Apalagi pada anak yang memang produksi air liurnya relatif banyak,hingga dalam tenggang waktu sebentar saja air liurnya menetes tanpadisadarinya. Kebiasaan ini masih dikategorikan wajar di usia batitaawal, atau sampai usia 1,5 tahunan. Setelah usia itu, orang tua sudah harus aware karena biasanya batita di usia tersebut sudah bisa diajak berkomunikasi dan melakukan imitasi atau peniruan pada orangdewasa.Melalui komunikasi orang tua bisa menginstruksikan anak,misalnya, "Hayo, Adek ngeces lagi ya. Coba dilap dong." Pada fase imitasi, orang tua dapat menyontohkan bagaimana menelan danmenghapus air liurnya. Melalui latihan terus-menerus, diharapkananak bisa belajar bagaimana mengelola produksi air liurnya. Memang sih proses ini butuh waktu alias tidak bisa bersifat instan. Setelahberhasil pun, orang tua tetap harus memperhatikan dan mengingatkannya. Semisal saat anak sedang asyik melakukan sesuatu,tanpa disadari ia ngeces lagi, padahal sebelumnya kebiasaan ini sudah ditinggalkannya.Kalau hanya sesekali ngeces karena ada sesuatu yang mengasyikkannyamasih bisa dikategorikan wajar. Tapi bisa dibilang tidak wajar bilasampai usia 3 tahunan anak belum lepas dari kebiasaan ini. "Sebaiknya dicek ke dokter, siapa tahu memang ada kelainan."
5. NANGIS MINTA SESUATU
Menangis adalah suatu hal yang wajar. Namun menangis di usia batitabisa dikategorikan tidak wajar bila masih digunakan sebagai cara berkomunikasi.Di usia 2 tahunan, anak seharusnya sudah bisa berkomunikasi dengan orang lain. Saat haus, lapar, sakit, dan sebagainya, anak seharusnyasudah bisa mengungkapkannya tanpa menangis. Jadi di usia tersebut kalau tangis masih digunakan sebagai cara untuk menarik perhatian.
Jadi di usia tersebutkalau tangis masih digunakan sebagai cara untuk menarik perhatian
berikut perlu dilakukan orang tua sehubungan dengan kebiasaan anak ini:
* Tekankan pada anak untuk mengungkapkan apa yang diinginkannya,tapi tidak dengan tangis. Kalau haus, anak harus bilang haus untukminta minum, bukannya dengan menangis atau merengek.
* Orang tua harus tegas, tangisan hanya boleh digunakan untukmengungkapkan perasaan sedih, sakit, melepaskan emosi dan sejenisnya. Namun tangis bukan cara berkomunikasi untuk mendapatkan sesuatu seperti halnya yang dilakukan bayi.
* Konsistensi menjadi penting di sini. Sekali orang tua mengatakantidak, besok lagi untuk tangisan yang sama orang tua harus tetapmengatakan tidak yang tentu saja harus disertai penjelasan. Sekali saja orang tua tidak konsisten, anak akan belajar memanfaatkankesempatan dan mencari-cari celah.
* Reward dan punishment juga bisa digunakan dalam kasus ini. Bila anak sudah bisa minta sesuatu tanpa menangis, orang tua bisamelontarkan pujian. Sedangkan bila anak kembali menangis untuk mintasesuatu, anak bisa "dihukum" sesuai kesepakatan yang dibuat bersama.
6. KELEKATAN YANG BERLEBIHAN
Kelekatan bayi dengan orang tuanya, terutama ibu adalah suatu hal yang wajar. Di usia ini anak belum bisa menerima keberadaan oranglain karena tidak aman (insecure) bila tidak bersama orang tua, atausignificant other seperti pengasuh, kakek-nenek, om-tante yangsering dilihatnya.Menurut teori Erik Erikson, pada masa ini sedang terbentuk trust and distrust terhadap lingkungan. Namun bila kelekatan ini terus dibawa sampai batita, menjadi tidak wajar lagi. Saat anak sudah bisa erkomunikasi dengan orang lain, maka pada saat itu pula anakmestinya sudah belajar bahwa lingkungannya itu tidak hanya orangtua, pengasuh dan kakek/neneknya, melainkan ada juga orang lain diluar mereka.Anak yang mempunyai kelekatan berlebihan dengan orang tuanya,akan "takut" berhadapan dengan orang lain. Padahal ini seharusnya untuk menyiasatinya:
* Mulai kenalkan anak pada lingkungan yang lebih luas, bahwa duniaini tidak hanya berisi orang tua dan significant other lainnya.
* Ajak anak bermain tanpa perlu ada attachment langsung.
* Ajarkan anak untuk memberikan salam pada orang-orang yangditemuinya. Dengan begitu anak bisa melihat bahwa orang lain puntidak "berbahaya" baginya.
* Minta anak menjawab pertanyaan orang lain yang diajukan padanyaagar akan tumbuh perasaan trust.
* Bisa juga sesekali anak ditinggal untuk waktu yang agak lama.Dengan begitu anak akan belajar, kalaupun ditinggal orang tuanya,pasti nanti akan kembali lagi.Bila dibiarkan saja, kelekatan yang berlebihan akan merusakkemampuan sosialisasi anak. Anak jadi tidak berani bergaul denganlingkungan yang lebih luas dan ke depannya kehidupan sosialnya punakan terganggu.
TIPS UNTUK ORANG TUA
Beberapa hal berikut disarankan Sani sehubungan dengan kebiasaanbayi yang masih terbawa sampai batita.
* Begitu orang tua tahu batasan usia dimana anak harusnya sudahmulai belajar hal-hal tertentu, harusnya orang tua mulai aware.Makin dini usia anak saat diajarkan, makin kecil kemungkinankebiasaan tersebut terbawa sampai batita.
* Konsistensi adalah kunci dalam mengajarkan segala sesuatu padaanak. Sekali orang tua mengambil sikap A, seharusnya sikap itudipertahankan saat menghadapi keadaan yang sama.
* Beri penguatan kala anak berhasil melakukan perilaku yangdiajarkan. Bila perlu beri reward atau pujian, sehingga anak merasayakin bahwa perbuatannya benar.
* Jangan bosan memberi penjelasan mengapa ia harus melakukan ini danitu. Jangan hanya sekali memberitahu, setelahnya hanyamengatakan, "Kemarin Mama sudah bilang. Adek kok enggak ngerti juga?" Ingat kemampuan anak usia ini mengingat sesuatu masih terbatas.
* Orang tua harus yakin dengan dirinya sendiri bahwa apa yang diajarkannya pada anak akan mendatangkan manfaat. Ingat, orang tua adalah fasilitator yang membentuk tingkah laku anak.
Monday, April 28, 2003
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment